Kasus Dugaan Korupsi Laptop Chromebook, Kejagung Panggil Dua Pihak dari Google

Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami kasus dugaan korupsi dalam pengadaan laptop berbasis sistem operasi Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang terjadi pada periode 2019 hingga 2022.

Dalam perkembangan terbaru, Kejagung memanggil dua pihak dari Google Indonesia untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus yang menyeret anggaran senilai Rp9,9 triliun ini.

Google Dipanggil Terkait Sistem Operasi Chromebook

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa pemanggilan tersebut ditujukan kepada pihak marketing dan hubungan masyarakat (humas) Google. Namun, pihak humas Google telah mengajukan penjadwalan ulang pemeriksaan.

Sementara itu, pemeriksaan terhadap tim marketing Google dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 1 Juli 2025.

"Dari pihak humasnya sudah minta penundaan, dijadwalkan ulang awal Juli. Sedangkan pihak marketing-nya besok akan dilakukan pemeriksaan," kata Harli kepada media pada Senin (30/6/2025).

Fokus Pemeriksaan: Proses Pengadaan dan Pemilihan Chromebook

Harli menjelaskan, alasan pemeriksaan terhadap Google karena laptop yang diadakan dalam proyek tersebut menggunakan sistem operasi Chromebook, yang merupakan produk milik Google.

Penyidik akan menggali lebih dalam bagaimana proses pemilihan sistem operasi tersebut terjadi. Salah satu fokusnya adalah mengapa Kemendikbud memilih Chromebook alih-alih sistem operasi lain seperti Windows.

"Bagaimana penawaran dari pihak Google sehingga Chromebook dipilih dibandingkan Windows, ini akan didalami. Oleh karena itu pihak marketing-nya akan diperiksa," jelas Harli.

Dugaan Pemufakatan Jahat dalam Pengadaan Chromebook

Sebelumnya, Kejagung menduga ada indikasi pemufakatan jahat yang dilakukan oleh tim teknis dalam proyek ini. Tim tersebut ditengarai menyusun kajian teknis yang mengarahkan agar pengadaan laptop menggunakan sistem operasi Chromebook, meski sebelumnya sudah ada kajian yang menyatakan bahwa Chromebook tidak optimal untuk digunakan di banyak wilayah di Indonesia.

Permasalahan utama yang ditemukan adalah ketergantungan Chromebook terhadap akses internet, sementara infrastruktur jaringan internet di Indonesia masih belum merata. Hal ini menyebabkan pemanfaatan Chromebook dalam kegiatan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) dan pembelajaran menjadi tidak efektif.

"Kajian sebelumnya merekomendasikan Windows, tapi kemudian diganti dengan kajian baru yang menyarankan penggunaan Chromebook. Diduga penggantian ini tidak berdasarkan kebutuhan sebenarnya," ujar Harli.

Penyelidikan Masih Berlanjut

Saat ini, Kejagung masih mengumpulkan informasi dari berbagai saksi dan alat bukti terkait untuk memperkuat dugaan adanya rekayasa dalam proses pengadaan. Harli menegaskan bahwa perubahan spesifikasi ke Chromebook kemungkinan besar bukan berasal dari kebutuhan nyata, melainkan karena adanya arahan dari pihak tertentu dalam proyek tersebut.

0 Comments